Sunday, November 14, 2010

Progo


1 Oktober 2010
Progo

Cakrawala baru, mengundangku menjadi bagian dari ratusan penunggang malam, yang ditunggang menghembuskan kabut sesak sampai jauh ke strastofer membentuk kubangan besar, yang dari sanalah semua masalah hidupku dan hidupmu dapatkan awalannya, aku mengamati banyak Sosok yg terseok dalam lelah, mereka menabur gundah di mimpi-mimpi singkat penuh peluh, menjelajahi jagad malam yg diintip dari kaca, jendela.

Aku menyukai sosok yg dgn teriakannya yg parau, menyusuri jalan kecil di dalam kereta, mengadu nasib di sana, Yang lainnya berkelana dalam onggokan sepi yang ditawarkan pesona malam, melamun dalam kedamaian, Entah apa yg dipikirkan, tapi mungkin seputar kehidupan mereka, tentang ketidakadilan yang mengalun pasang dan surut atau kehidupan yang penuh dgn penyesalan, atau mungkin tentang cinta yang mendera, membisu dalam hati, sampai busuk, lalu mati.

Menghempaskan waktu atau menguasai waktu atau menaklukan waktu, jadi duniaku semalam di kereta ini, menyimpan fantasi menyegarkan untuk bisa mengelabui waktu dan berkelana di dalamnya sepanjang hidupku, hmm, aku di mantrai oleh fantasi yang luar biasa.

Aah dunia malam yg menakjubkan
Biarkan aku berkelana lebih jauh...

sangat jauh


Sampai jauh

Friday, November 12, 2010

Waktu-Waktu Makan

Monday, October 25, 2010
9:35 PM


Waktu mengayuh seperti perahu hingga desah lelah menguras tangan ku yang dulu selalu mengadu sampai mati tapi kini ia lapuk termakan waktu.
Waktu seperti omnivora, memakan segalanya, lebih dari itu ia parasit…yang menuakan ku  dan membuat ku semakin kaku, sampai nanti aku akan benar-benar kaku.
Waktu juga saprofit , yang bergumul dengan manusia-manusia sampah, yang menjilat-jilat tubuh lawan jenisnya di kolong jembatan, di kolong meja, di kolong kaki kaki hewan
Manusia
Busuk
Waktu
Lebih busuk

Mimpi-mimpi Siang Hari atau Mimpi-mimpi Tengah Malam yang Membakar Aku

Friday, September 24, 2010
7:36 PM

Angin berkelana menjamu pujaan mimpi-mimpi siang hari atau mimpi-mimpi tengah malam, sebuah kebebasan yang dulu seakan mengakar dalam, bahkan sampai itu hanyalah bibit-bibit persemaian yang di tanam di tanah tandus, dan sampai mimpi-mimpi itu disadarkan pada kenyataan pahit,,

aku tak sebebas dulu

Angin berlari, yang bahkan mimpi-mimpi ku tak dapat mengejar, walaupun ia hanya berhembus tenang, di hari-hari biasa, mimpi-mimpi siang hari atau mimpi-mimpi tengah malam tak pernah dapat mengejarnya, angin berlari mengejar angin dan saling mengejar satu sama lain lalu berkejar-kejaran dengan mimpi

Angin terbang melaju seperti jet, tapi ia lebih kencang menyapu ratusan mimpi yang pernah kubangun dulu, sampai bangunan-bangunan yang mendengungkan api yang tak pernah membakar apapun, kecuali membakar diriku, sepanjang hidupku, bahkan sampai saat ini, rubuh hancur luluh lantah

Angin menyapa angin, bersuara seperti jeritan dalam keramaian, yang mimpi-mimpi siang hari atau mimpi-mimpi tengah malam dapat mendengarnya walau ia punya hidup yang redup membebaskan cahaya remang, tapi ia hidup, dan terdengarlah  semua jeritan-jeritan itu

Mimpi-mimpi siang hari atau mimpi-mimpi tengah malam memimpikan mimpi  menjadi angin. Tak peduli apa mereka sang penjaga malam, yang meng-kawal gugus-gugus bintang  atau mereka  adalah pelita siang, yang menerangi dalam kedamaian,

Mimpi-mimpi siang hari atau mimpi-mimpi tengah malam menembus ribuan mimpi lainnya melesat jauh dan kadang berhembus lalu berlari kencang saling berkejar-kejaran,mengejar satu dengan yang lainnya, dan mereka saling menyapa dengan suara yang seperti hembusan,

Seperti angin yang membakar aku

Rasa malu, kurasa kau tak mengerti


Wednesday, September 22, 2010
2:15 PM

Mengais masa lalu, apakah sama seperti mengais pasir, yang kurasa, rasa itu, hidup
Jika tergenggam, sela jemari mu, menyelamatkannya

Ada yang terhimpit ketika ku mengetuk cadar sendi-sendi tulangku yang tak pernah mau mendamaikan ruh busuk ini.
Mereka men-cicit begitu ku basahi pergelangan tangan ku dengan ribuan kesalahan yang kurasa, menyakitkan , bagai tikus liar, oh dewa….mereka penghuni selokan-selokan gelap yang menggigiti denyut setiap jiwa yang tak terjaga, mengobrak abrik malam…
Pagi bisu, semua tau, tak ada, yang mau, menjadi pengganggu malam-malam gila ku, selalu begitu…
Gelagat rongsokan jiwa ini, kau tau, seperti ingin menggenggam tangan mu, JANGAN MAU!, kalau kau berhenti dan menyambutnya kau hanya akan menjadi copy , ia tak pernah pudar, kau mau di hantui?
Pagi bisu, mengkhianati ku, tak pantas aku merangkai pecahan hujan walau ku dengar mereka berdering sepanjang waktu sampai kabut menjamah lengan-lengan langit kelabu, sampai nanti, pergelangan tangan langit mengundang asap-asap beku dan menutupi kebusukan ku.
Di sini kubangan emosi bernyanyi seperti mendendangkan lagu-lagu nelangsa sampai mereka memporak-porandakan lemari-lemari tua yang masih hangat, di dalamnya ribuan kubangan memori memekik seperti api atau seperti rasa benci ku atau seperti hasrat liar ku

Bunga-bunga hibrida, mengejar kabut malam supaya bisa menampar menendang sampai jemari malam berhenti menyisakan angin sepi yang menggertak dada ku.
Rasa malu, ini terhimpit,dalam dada, akkhh,  kurasa kau tak mengerti